kulihat ibu pertiwi sedang bersusah hati air matamu berlinang mas intanmu terkenang hutan gunung sawah lautan simpanan kekayaan kini ibu sedang susah merintih dan berdoa
bulan Oktober mungkin menjadi bulan dimana negara tercintaku Indonesia sedang berduka. dimulai dengan kabar duka nanpilu dari saudaraku yang berada di indonesia bagian timur tepatnya di pulau papua, pulau yang kaya akan emas dan pulau yang elok dengan tarian cendrawasihnya. tepatnya pada tanggal 4 oktober 2010 pada pukul 06:00 warga di Wasior I, Wasior II, Rado, Moru, Maniwak, Manggurai, Wondamawi, dan Wondiboy Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat di mana dikagetkan dengan adanya banjir bandang yang membawa puluhan atau bahkan ratusan gelondong kayu hasil dari penebangan hutan entah itu legal ataupun ilegal yang menghantam permukiman mereka. tak elak bangunanpun hancur dan rata dengan tanah, tak luputpun warga yang berdiaam di daerah tersebut tewas diterjang kuatnya arus air yang membawa balok-balok kayu.Rakyat Indonesiapun mulai tergugah dengan ratapan tangis dari saudara sebangsa dan setanah airnya yang di timpa musibah dipulau cendrawasih tersebut. penggalangan dana untuk meringankan korban bencana wasiorpun dilakukan. belum sempat tersalurkan semua dana yang terhimpun datanglah berita duka yang lagi-lagi harus di terima Indonesia. Senin 25 Oktober 2010, pukul 21.42 WIB, sebuah gempa berkekuatan 7,2 skala Richter terjadi di barat daya Pulau Pagai, Mentawai, Sumatera Barat. Sebuah tsunami pun lahir, menghantam kawasan pantai barat gugusan kepulauan di kabupaten terluas di Sumatera Barat itu. tsunami yang terjadi di mentawai takelak merenggut ratusan nyawa manusia dan memaksa lagi ribuan manusia untuk mengungsi ketempat yang aman.Kurang dari 24 jam setelah gempa dan tsunami di mentawai berlalu, pada Selasa 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB, Gunung Merapi mengeluarkan erupsi pertama setelah dari sebulan sebelumnya dinyatakan bahaya. Erupsi-erupsi menghasilkan awan panas yang kemudian diketahui menewaskan puluhan orang termasuk Juru Kunci Merapi, Mbah Maridjan.
sungguh malang nian Indonesiaku ini......